TEORI TENTANG PERILAKU MENYIMPANG
Mengapa terjadi perilaku
menyimpang? Pertanyaan ini bisa dijelaskan secara sederhana maupun
berdasarkan berbagai teori.
Perilaku menyimpang terjadi karena
berlangsungnya proses sosialisasi yang tidak sempurna dan adanya sub kebudayaan penyimpangan sosial. Kedua
sebab tersebut bisa dijelaskan secara singkat sebagai berikut.
- Berlangsungnya proses sosialisasi yang tidak sempurna. Artinya apa yang diajarkan dalam keluarga dan sekolah berbeda dengan apa yang dilihat dan dialami seseorang dalam kehidupan nyata jujur, namun dalam masyarakat ternyata begitu banyak orang berbuat tidak jujur.
- Adanya sub kebudayaan penyimpangan sosial. Artinya, seseorang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan budaya yang diwarnai oleh subbudaya penyimpangan sosial. Misalnya, seorang anak yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga/masyarakat preman , potensial melakukan tindakan – tindakan premanisme.
Penjelasan itu antara lain
dikemukakan oleh: teori boilogis, teori labeling, teori sosialisasi, teori
disorganisasi sosial, teori ketegngan, teori anomi, dan teori konflik. Berikut
di kemukakan garis besar uraian mengenai teori – teori
tersebut (Gibbons & Jones, 1975; Macionis, 1997; Calhoun,
1997; Schaefer & Lamm, 1998).
1.
Teori Biologis
Teori ini pertama kali dikemukakan
pada tahun 1876 oleh caesare Lombroso (1835 – 1909). Ia adalah seorang dokter
berkebangsaan italia yang berbagai penjara. Lombroso menyatakan, bahwa pelaku
kejahatan pada umumnya memiliki ciri – ciri fisik yang berbeda bila
dibandingkan dengan orang kebanyakan.
Menurut Lombroso, para pelaku
kejahatan umumnya memiliki ciri fisik : raut muka murung /sedih, rahang dan
tulang pipi menonjol, daun telinga menonjol keluar, bulu – bulu yang
berlebihan, dan jari – jari yang luar biasa bisa panjang, sehingga
membuat mereka menyerupai nenek moyang manusia (kera). Namun, menurut Charles
Buckman Goring , ada kelamahan dalam pendapat Lombroso, yaitu hanya
didasarkan pada penelitian dengan sampel yang sangat terbatas.
Lebih lanjut, menurut William
Sheldon struktur tubuh berpredeksi kriminalitas. Ia telah meneliti
ratusan oranh berdasarkan tipe tubuh dan penelusuran sejarah kriminalitasnya.
Berdasarkan penilitian itu dapat disimpulkan bahwa perilaku menyimpang umumnya
terjadi pada orang yang berotot dan memiliki tubuh atletis.
Kesimpulan tersebut dikaitkan oleh
penelitian Sheldon Glueck dan Eleanor Glueck. Tetapi mereka
mengingatkan bahwa tubuh yang kera itu umumnya merupakan akibat
perlakuan/latihan dari orang tua dengan cara yang sangat rendah kerpada orang
lain dan memiliki perilaku agresif.
Berbagai penelitian genetis dan
sosiobiologi mutakhir terus mencoba mencari kaitan yang masuk akal antara
kondisi biologis dan kejahatan. Namun, belum ada temuan yang rinci dan
meyakinkan, yang mermbuktikan kaitan antara kondisi biologis dan kejahatan.
Hanya, dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor biologis bisa menyebabkan orang
melakukan tindakan kejahatan.
2. Teori
labeling
Menurut Howard S. Becker tindakan
perilaku menyimpang sesungguhnya tidak ada. Setiap tindakan
sebenarnya bersifat “netral” dan “relative”. Artinya, makna tindakan itu
relatif tergantung pada sudut pandang orang yang menilainya. Sebuah tindakan
disebut perilaku menyimpang karena orang lain/masytarakat memaknai dan
menamainya (labeling) sebagai perilaku menyimpang. Jika orang/ masyarakat tidak
menyebut sebuah tindakan sebagai perilaku menyimpang, maka perilaku menyimpang
itu tidak ada. Penyebutan sebuah tindakan parilaku menyimpang sangat bergantung
pada proses deteksi, definisi, dan tanggapan seseorang terhadap sebuah
tindakan.
Sebagai contoh, sekolompok masyarakat
disebuah desa difilipina melakukan tindakan sabung ayam sebagian penduduk
Filipina tindakan itu ternyata merupakan ritual penting untuk menghayati
kehidupan yang jujur. Jadi, proses deteksi, definisi, dan tanggapan seseorang
terhadap tindakan sabung ayam akan sangat menentukan penamaan (labeling)
tindakan itu, apakah tindakan itu akan disebut perilaku menyimpang
ataukah kegiatan ritual.
Bagi Erving Goffman, perilaku
menyimpang terjadi karena adanya stigma. Adalah penamaan yang sangat
negatif kepada seseorang /kelompok sehingga mampu mengubah secara radikal
konsep diri dan identitas social mereka. Adanya stigma akan membuat seseorang
atau sebuah kelompok negatif dan diabaikan, sehingga mereka disisihkan secara
sosial.
Lebih lanjut, menurut Harold Garfinkel
ada kalanya masyarakat secara formal melakukan stigmatisasi melalui tata
cara penghinaan (dengan – dation ceremony) .Stigmatisasi ini menjadi orang
sakit secara mental (mental illness). Akibat selanjutnya, mereka terus menerus
melakukan perilaku menyimpang.
Contoh, stigmatisasi yang pada
umumnya dilakukan oleh masyrakat terhadap mantan nara pidana. Masyarakat
umumnya menganggap mereka tak bisa menjadi orang baik – baik. Karena itu,
umumnya mereka padahal, demikian menurut Thomas Szasz,sesungguhnya para
nara pidana itu tidak mengalami sakit mental kalau mereka tidak dikenai
stigmatisasi. Sebab, pada dasarnya sakit mental hanyalah sebuah mitos. Tetapi,
stigmatisasi telah membuat mereka percaya pada mitos itu. Maka, disini berlaku dalil
Thomas szasz, yang menyatakan:” situasi yang dianggap nyata akan benar-
benar menjadi nyata” (situations defined as real become real in their
consequences).
3. Teori sosialisasi
Pandangan dasar teori ini adalah
bahwa penyimpangan sosial merupakan produk dari proses sosialisasi yang kurang
sempurna atau gagal
Menurut Alberet Bandura dan Richard
H.Walters misalnya, Anak-anak belajar prilaku menyimpang dengan
mengamati dan meniru orang lain yang memiliki prilaku menyimpang. Khusus
nya,mereka mengamati dan meniru orang yang dekat dengannya.
Selanjutnya, menurut Deborah M.
Capaldi dan Gerald M.peterson, Anak-anak yang agresif umumnya
berasal dari keluarga yang orang tuanya terlalu keras atau agresif. Akibatnya,
anak kehilangan teladan pngendalian diri dan mungkin menanggapi hukuman dengan
meningkatkan agresif. Intinya, perilaku menyimpang di hasilkan oleh proses
sosialisasi yang sama dengan perilaku itu.
Sementara itu, menurut Mark S.
Gaylord dan john F. galliher serta Edwin Sutherland, orang yang
memiliki perilaku menyimpang cenderung memiliki ikatan dengan orang lain
yang memiliki perilaku menyimpang, dimana orang tersebut mengokohkan
Norma-norma dan nilai –nilai yang menyimpang. Perinsipnya, setiap kelompok
sosial akan mewariskan nilai-nilai dan Norma-norma kelompoknya kepada anggota
–anggota baru.
Kaum mudah pada umumnya sangat
terbuka terhadap norma, perilaku, Dan Nilai-nilai yang berasal dari subkultur
berbeda, termasuk subkultur perilku menyimpang. Karna itu,menurut Ronald
R.Akers perilaku Teman –teman dekat merupakan sarana yang paling baik
untuk memprediksi apakah perilaku seorang anak mudah sesuai dengan norma yang
berlaku ataukah perilaku menyimpang:
4. Teori
ketegangan
Teori ketegangan ( strain
theory) dikemukakan oleh Robert K.Merton. Ia menyatakan bahwa perilaku
menyimpang ditentukan oleh seberapa baik sebuah masyarakat mampu menciptakan
keselarasan antara aspirasi warga masyarakat (missal, pekerjaan). Jika tidak
keselarasan antara aspirasi-aspirasi warga masyarakat dengan cara-cara legal
yang ada, maka akan lahir perilaku menyimpang.
Jadi, perilaku menyimpang merupakan
akibat dari adanya ketegangan antara anspirasi apa yang dianggap
bernilai oleh warga masyarakat dan cara pencapaian aspirasi yang dianggap sah
oleh masyarakat.
Terkait dengan perilaku menyimpang,
merton memetakan adanya lima kemungkinan sikap seorang terhadap norma yang ada.
Kelima kemungkinan sikap itu adalah : Konformitas (conformity), inovasi
(innovation),ritualisme (ritualism),retreatisme (rewtreatism), dan pemberontakan
(rebellion).
Konformitas adalah kesediaan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan
norma yang ada dalam mewujudkan aspirasi/apa yang dianggap bernilai oleh
masyarakat. Contoh, masyarakat menganggap bahwa kesuksesan hidup dicapai
melalui kesuksesan materi. Karena itu, seorang yang ingin sukses berusaha
mencapai kekayaan materi dengan bekerja keras mengoptimalkan semua potensi yang
dimilikinya.
Namun, tidak semua orang memiliki
talenta memadai untuk mencapai hidup sukses. Seseorang yang dilahirkan dalam
keluarga yang sangat miskin misalnya, merasa tidak mungkin meraih sukses dengan
mengikuti norma yang ada. Karena itu, ia mungkin akan berusaha meraih
kesuksesan hidup dengan menempuh perilaku menyimpang, misalnya menjadi pengedar
narkoba. Merton menyebut hal ini sebagai inovasi, yaitu upaya untuk
mewujudkan aspirasi/apa yang dianggap bernilai dengan cara-cara tidak biasa
/non –konvensional.
Sementara itu, ada pula warga
masyarakat yang merasa memiliki hambatan untuk meraih kesuksesan hidup dengan
cara yang sesuai dengan norma yang ada. Namun, ia tak bersedia untuk melanggar
norma demi mewujudkan aspirasinya.Ia bersedia mengorbankan aspirasinya demi
ketaatan kepada norma yang ada. Warga yang demikian, oleh Merton disebut
bersikap litualisme. Menurut merton, hal ini sering terjadi dikalangan
birokrat rendahan.
Disisi lain adapula warga masyarakat
yang merasa memiliki hambatan untuk meraih kesuksesan hidup dengan cara yang
sesuai dengan norma yang ada. Ia juga tak bersedia untuk melanggar norma demi
mewujudka aspirasinya. Namun, ia bersikap menolak aspirasi/apa yang dianggap
bernilai norma yang ada dengan “menarik diri” dari masyarakat dengan
berperilaku apatis terhadap keadaan atau melarikan diri dalam kebiasaan
mengkonsumsi minuman keras dan perilaku menyimpang lainnya. Warga yang
bersikap demikian, oleh Merton disebut retreatisme.
Bentuk perilaku menyimpang yang
keempat disebut pemberontakan. Seperti retreatisme,pemberontakan
menolak pandangan masyarakat mengenai apa yang dianggap bernilai dan juga norma-norma
yang berlaku untuk mewujudkannya. Namun, Ia bukannya menarik diri dari
masyarakat dan budaya yang berlaku, melainkan berusaha secara radikal
untuk menggantikan nilai dan norma yang ada dengan nilai dan norma yang
sama sekali baru. Pemberontakan politik atau keagamaan umumnya termasuk
kategori ini.
5. Teori
Disorganisasi Sosial
Konsep tentang disorganisasi sosial
di dasarkan pada karya wilyam l. Thomas dan florian
znaneicki serta karya Clifford Shaw dan henry McKay. Istilah
disorganisasi sosial mengacu pada penjelasan mengenai perilaku menyimpang
dan kondisi masyarakat yang menyebabkannya.
Menurut teori ini perilaku
menyimpang merupakan produk dari perkembangan masyarakat yang tak seimbang. Di
dalam terjadi perubahan dan konflik yang berdampak pada perilaku masyarakat.
Teori ini menekankan bahwa
masyarakat terorganisasi bila anggota masyarakat membangun kesepakatan mengenai
nilai dan norma fundamental sebagai dasar tindakan bersama. Organisasi sosial
atau sosial terwujud ketika ada ikatan yang kuat di antara Individu-individu.
Dan lembaga-lembaga dalam masyarakat. Ikatan ini mengikuti kesepakatan
luas mengenai tujuan yang dihargai dan diperjuangkan . Dengan demikian, disorganisasi sosial adalah kekacauan sosial .
Teori disorganisasi sosial percaya
, bahwa disorganisasi sosial terjadi di sebagian besar kehidupan kota.
Masyarakat kota di jadikan laboratorium studi mengenai perilaku menyimpang dan
kejahatan penganut teori ini memusat penelitian pada disorganisasi di wilaya lokal,
Tempat-tempat kumuh atau pusat kota yang banyak terjadi kejahatan trostitusi,
Bunih diri, dan berbangai bentuk, prilaku menyimpang lainnya.
Dalam pandangan teori ini , pola
lingkungan kehidupan kota melahirkan disorganisasi sosial, yang mengakibatkan
terjadinya perilaku menyimpang dan kejahatan.
6. Teori anomi
Emile Durkheim, sosiolog dari prancis,
memperkenalkan pada anomi (anomie) dalam karyanya yang terkenal The
tahun 1893. Ia menggunakan konsep anomi untuk mendeskripsikan kondisi tanpa
norma yang terjadi dalam masyarakat. Anomi berarti runtuhnya norma mengenai
bagaimana masyarakat seharusnya bersikap terhadap yang lain. Masyarakat tidak
tahu lagi apa yang bisa diharapkan dari orang lain. Kondsi itu, menurut
Durkheim, akan melahirkan perilaku menyimpang.
Pada tahun 1897, Durkheim
menggunakan kembali istilah anomi dalam penelitiannya mengenai bunuh diri
(suicide) , yang mengacu pada kondisi tanpa norma moral. Disini Durkheim
tertarik dengan dampak perubahan sosial. Dalam penelitian itu ia dengan
sangat baik memberikan gambaran mengenai konsep anomi.
AnomI mengacu pada hancurnya
norma-norma saosial, ketika norma tidak lagi mengontrol tindakan anggota
masyarakat. Individu-individu tidak dapat menemukan kedudukan dan
mereka dalam masyarakat. Mereka juga tak dapat menemukan aturan-aturan jelas
yang membantu mengarahkan mereka. Kondisi yang berubah itu mengarah pada
ketidak puasan, konflik, dan perilaku menyimpang.
Menurut pengamatan Durkheim,
kekacauan sosial (misalnya, depresi ekonomi) akan mengakibatkan anomi dan
naiknya tingkat kejahatan, bunuh diri, dan perilaku menyimpang lainnya .
Perubahan yang mendadak (entah itu dalam masa kemakmuran ataukah masa
depresi) akan menyebabkan terjadinya anomi.
7. Teori
Konflik
Menurut teori ini, perilaku
menyimpang merupakan akibat dari ketidaksamaan dalam masyarakat. Teori ini
menekankan bahwa seseorang atau perbuatan yang disebut perilaku menyimpang
tergantung pada kekuasaan relative dari kelompok masyarakat.
Alexander Liazos (1972) mencatat bahwa konsep umum mengenai perilaku
menyimpang misalnya orang gila, pelacur, gelandangan menunjuk pada masyarakat
yang tidak memiliki kekuasaan. Mereka diberi stigma sebagai pelaku perilaku
menyimpang.
Menurut teori konflik, gejala
perilaku menyimpang terkait dengan praktik kekuasaan yang tidak adil. Hal itu
tampak dalam ketiga hal berikut.
ü Norma-norma khususnya
norma hukum dari setiap masyarakat pada umumnya menguntungkan mereka yang kaya
dan berkuasa. Karl Marx mengatakan bahwa hukum (bersama dengan
lembaga sosial yang lain) cenderung mendukung kepentingan kaum kaya. Senada
dengan Marx, Richard Quinney menyatakan bahwa keadilan kapitalis
dilakukan oleh kelas kapitalis, untuk melawan kelas buruh.
ü Jika perilaku kaum kaya
dan berkuasa dipersoalkan, mereka memiliki berbagai sarana untuk menolak
sebutan sebagai pelaku perilaku menyimpang. Berbagai kasus hukum di
Indonesia dengan sangat jelas menunjukkan hal ini. Seorang tukang becak yang
baru pertama kali mencuri uang Rp. 5.000,00 akan segera dipukuli massa dan
dianggap sebagai pencuri. Sementara itu pelaku korupsi milyaran bisa melenggang
dengan gembira.
ü Norma-norma dan hukum merupakan
topeng yang sangat baik untuk menutupi berbagai perilaku curang kaum kaya dan
berkuasa. Banyak orang mengutuk penerapan hokum yang sering tidak sama.
Namun, mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya aturan hukum itu sendiri
tidak adil. Karena itu, aturan hukum sering kali merupakan topeng bagi
kejahatan yang dilakukan oleh mereka yang kaya dan berkuasa.Semoga bermanfaat^^
0 komentar:
Posting Komentar